Rabu, 21 Desember 2011

KORUPSI ADA DI MANA - MANA


Indonesia merupakan negara besar yang sistem  pemerintahannya presidensial dimana presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan dibantu oleh menteri-menteri. Selain itu juga ada DPR yang merupakan lembaga legislatif sebagai penyambung aspirasi rakyat. Indonesia yang merupakan negara kepulauan, menjadi salah satu alasan pemerintah menetapkan kebijakan otonomi daerah yang mana tiap-tiap daerah diberi kebebasan dalam mengembangkan  daerahnya. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan masyarakat bisa lebih diperhatikan oleh pemerintah melalui pemerintah daerah. Dalam teori, kebijakan otonomi daerah memang baik, karena dengan adanya otonomi daerah, pemerintah melalui pemerintah daerah bisa lebih focus dalam mengurusi rumah tangganya sendiri-sendiri. Tetapi kalau dilihat lebih dalam lagi, kebijakan otonomi daerah juga mempunyai kelemahan-kelemahan. Di antaranya yaitu dengan adanya kebijakan otonomi daerah, tanpa disadari kabijakan tersebut justru merupakan peluang yang empuk untuk para pejabat-pejabat daerah untuk menjadi raja-raja kecil. Para pejabat sangat diuntungkan dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Mengapa??? Karena ini bisa dimanfaatkan sebagai ladang dalam melakukan tindakan korupsi. Oknum pejabat banyak yang memanipulasi data dalam program-program kerja daerah agar nantinya dana yang digunakan dapat dikantongi sendiri. Hal ini justru sangat mengkhawatirkan karena sudah banyak kasus korupsi yang justru banyak terjadi di daerah-daerah, yang mana sumber daya manusianya masih kurang. Mereka para koruptor memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk mengambil uang rakyat.
Korupsi yang ada di daerah-daerah ini terjadi karena para pemimpin yang ada tidak menjalankan amanah rakyat, tetapi mereka hanya mengincar kekuasaan semata. Sebagai contoh, banyak para calon wakil rakyat yang mencalonkan diri dengan melakukan hal-hal yang tidak baik, di antaranya yaitu dengan melakukan kampanye uang. Artinya para calon wakil rakyat melakukan kampanye dengan iming-iming uang bagi masyarakat yang memilihnya. Kegiatan ini pastinya banyak memakan biaya. Karena semakin banyak masyarakat yang diajak untuk pro dengan wakil rakyat tersebut, maka uang yang dikeluarkan semakin banyak pula. Ketika wakil rakyat tersebut terpilih, maka hal yang dia lakukan adalah bagaimana caranya agar uang yang telah digunakan untuk kampanye tersebut dapat kembali. Hal inilah yang menjadikan tindakan korupsi banyak dilakukan oleh para koruptor yang berada di pemerintahan. Kalau dilihat, sekarang ini hampir di berbagai lembaga pemerintah sudah ternodai oleh para oknum-oknum yang melakukan tindak korupsi. Dari lembaga tingkat bawah sampai tingkat atas, sekarang ini sudah ternodai oleh para koruptor yang tidak bertanggungjawab. Yang sangat memprihatinkan juga, kasus korupsi yang terjadi di kementrian agama. Seperti kasus korupsi pada tahun 2009 yang dilakukan oleh mantan Kepala Kantor Departemen Agama Kota Jayapura. Kasus ini berawal ketika terdakwa selaku Kepala Kantor Departemen Agama Kota Jayapura menerima dana bantuan sebesar Rp 2,7 milyar dari Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI.



Kemudian kasus yang terbaru  yang ada di tempo.co yaitu tentang kasus sogok cek pelawat pada Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 yang menyeret Politisi Partai Golkar Hamka Yandu. Hamka diperiksa lagi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu 21 Desember 2011. Hamka adalah satu dari sejumlah politisi yang ikut menjadi terpidana kasus sogok cek pelawat pada Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 yang baru diproses oleh kepolisian pada akhir-akhir ini.
Kasus-kasus tersebut baru merupakan sebagian kasus tindak korupsi yang ada d Indonesia. Kasus-kasus itu kalau dilihat dari kacamata sosiologi, merupakan tindakan menyimpang. Seperti yang dikemukakan oleh Robert K Merton yang menyatakan bahwa struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku konformis atau tidak menyimpang, tetapi juga menghasilkan perilaku menyimpang. Setelah melakukan perilaku menyimpang, otomatis masyarakat akan memberikan sebuah labeling kepada orang, dalam hal ini adalah para koruptor yang banyak mengambil uang negara.  
Korupsi memang sangat sulit untuk diberantas karena sudah mengakar. Tetapi di sini peran pemerintah sangat diharapkan didukung dengan peran aktif masyarakat dalam meminimalisir tindakan korupsi.
(by M.Chayrul Umam/21/12/11.)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar